Tuesday, July 31, 2007

mendaki gunung sebagai sebuah filosofi hidup

mendaki gunung sebagai sebuah filosofi hidup

yaa benar, mendaki gunung tak jauh berbeda dengan kehidupan. samtaims
kita melewati tanjakan yang terjal, hingga kita hampir2 menyerah,
terkadang juga kita menyusuri jalanan di tepi jurang, harus hati2
melangkah karena jika tidak berhati2 bisa terpeleset. ketika
terpeleset mampukah kita melanjutkan perjalanan, atau memilih mundur
dan turun untuk selanjutnya pulang.

terkadang melewati turunan yang curam, terkadang hanya padang ilalang
datar ratusan meter. terkdang harus berhenti untuk melepas lelah
setelah perjalanan panjang.

seperti halnya hidup, ketika menempuh perjalanan kita banyak mengeluh
karena capek atau menikmati saja pemandangan sekitar. itu adalah
pilihan. dengan jalur yang sama, beban yang sama, sikap pendaki satu
dengan yang lain tentu akan berbeda.

beratnya beban di punggung adalah bekal kita. tidak murah memang
segala bekal kita namun sangat sepadan dengan apa yang akan kita
nikmati selama mendaki gunung.

sesekali kita membutuhkan orang lain untuk berpegangan ketika melewati
titian. terkadang kita harus mempercayakan nyawa kita kepada teman
kita ketika kita perlu memanjat bagian gunung berupa tebing yang
curam. sesekali kita membutuhkan teman kita untuk memasang tenda.
sesekali kita membantu merawat teman yang sakit atau cidera dalam
pendakian.

kadang kita mebawa bekal yang "wah", chicken nugget, baso, sayuran
impor, sosis, jeruk mandarin, minuman bersoda dan berwarna, dsb, keril
dengan bendera inggris sebagai logo, sleeping bag isi bulu angsa,
sepatu trek dengan harga enam digit, dsb. terkadang pula kita hanya
membawa daypack isi raincoat dan snack ringan dengan beralas kaki
sandal jepit empat ribuan rupiah.

di gunung kita hanyalah penumpang, numpang lewat, numpang nge-camp,
numpang buang air. sering terjadi hal2 di luar akal sehat dan logika
ketika kita tidak mengindahkan "tata krama" di gunung. disadari atau
tidak, percaya atau tidak, hukum sebab akibat, karma dan samsara,
berlaku sebagaimana kehidupan sehari2.

bagaimana kita mempatkan diri di gunung, terhadap penduduk setempat,
terhadap pepohonan, sungai, satwa, dan sebagainya merupakan gambaran
bagaimana kita hidup sehari2. bagaimana perilaku seseorang di gunung
adalah perilaku sesungguhnya dia di kehidupan sehari2nya.

satu pendaki dengan pendaki lain berbeda pandangan mengenai pendakian
yang berhasil. si A berpadnagan pendakian yang berhasil adalah jika
dia telah sampai di puncak walau mungkin teman2 se-timnya tidak
berhasil. si B berpandangan pendakian yang berhasil adalah jika
seluruh anggota tim berhasil ke puncak bagaimanapun caranya.

ada yang lebih senang mendaki sendirian, karena berbagai alasan, tidak
mau merepotkan orang lain, lebih bebas sendirian, tidak mau direpotkan
orang lain, sok berani, dsb. ada yang lebih suka dalam kelompok kecil
karena bisa saling membantu, saling ketergantungan, mudah diatur2,
dsb.

ada yang mendaki dengan menikmati keseluruhan perjalanan dari belanja
hingga puncak, hingga turun lagi, ada yang berprinsip bersakit2 dahulu
(perjalanan berat, bawaan banyak, bekal lebih dari cukup)
bersenang-senang kemudian (baru di puncak bisa menikmati naik gunung,
keberhasilan katanya, bongkar bekal, dan pesta), ada yang dari awal
sampai turun lagi cuma ngeluh karena mendaki gunung karena terpaksa..

bagaimana kita mendaki gunung, seperti itulah kita menjalani hidup kita..

..

catatan akhir:
kepada gunung dan hutan rimba aku belajar,
mengenal aku dan ke-aku-an,
belajar melangkah,
menyingkronkan mata dengan hati,

Sang Pencipta, jangan Engkau ambil dulu kemampuanku untuk menikmati
dan mensyukuri segala karuniaMu..
percayakan kepadaku untuk kujaga hingga esok

--
[h][A][n][u][N][g] - living in the beautiful life
YM: hanung_665

11 mdpl, 0°57'166" LS, 122°47'287" BT
"Semua Orang itu Guru, Alam Raya Sekolahku, Sejahteralah Bangsaku" - Marjinal

No comments: