Tuesday, July 10, 2007

[livingschool_community] Prinsip-Prinsip Dasar Perkawinan (2)

---------- Forwarded message ----------
From: agussyafii <agussyafii@yahoo.com>
Date: Jul 9, 2007 1:04 PM
Subject: [livingschool_community] Prinsip-Prinsip Dasar Perkawinan (2)
To: livingschool_community@yahoogroups.com

Prinsip-Prinsip Dasar Perkawinan (2)

7. Bahwa pergaulan dalam rumah tangga juga membu­tuhkan suasana
dinamis, dialog dan saling menghargai. Kekurangan keuangan keluarga
misalnya, oleh orang bijak dapat dijadikan sarana untuk menciptakan
suasana dinamis dalam keluarga. Sebaliknya suasana mapan yang lama
(baik mapan cukup maupun mapan dalam kekurangan) dapat menimbulkan
suasana rutin yang menjenuhkan. Oleh karena itu suami isteri harus
pan­dai menciptakan suasana baru, baru dan diperbaharui lagi, karena
faktor kebaruan secara psikologis membuat hidup menjadi menarik.
Kebaruan tidak mesti dengan mendatangkan hal-hal yang baru, tetapi
bisa juga barang lama dengan kemasan baru.

8. Salah satu penyebab kehancuran rumah tangga adalah adanya orang
ketiga bagi suami atau bagi isteri (other women/man). Datangnya orang
ketiga dalam rumah tangga bisa disebabkan karena kelalaian/kurang
was­pada (misalnya kasus adik ipar atau pembantu), atau karena
pergaulan terlalu bebas (ketemu bekas pacar atau teman sekerja), atau
karena ketidak puasan kehidupan seksual, atau karena kejenuhan
rutinitas. Suami/isteri harus saling mempercayai, tetapi harus waspada
terhadap kemungkinan masuknya virus orang ketiga.

Artinya: "Nabi melarang seorang lelaki memasuki kamar wanita yang
bukan muhrim. Seorang sahabat menanyakan boleh tidaknya memasuki kamar
saudara ipar. Nabi men­jawab: Masuk ke kamar ipar itu sama dengan maut
(berbahaya)." (Hadis)

artinya: Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, untuk bepergian selama tiga hari tanpa disertai muhrimnya.
(H.R. Bukhari, Muslim dan Abu Daud, dari Ibn Umar)

9. Bahwa perkawinan itu bukan hanya mempertemukan dua orang; suami
dan isteri, tetapi juga dua keluarga besar antar besan. Oleh karena
itu suami/isteri harus bisa berhubungan secara proporsional dengan
kedua belah pihak keluarga, orang tua, mertua adik, ipar dst.

10. Bahwa masalah harta benda sering menjadi sumber perselisihan
keluarga, baik selagi masih hidup maupun setelah ditinggal mati
(warisan). Orang tua diajarkan untuk berlaku adil terhadap
anak-anaknya -termasuk dalam hal pemberian harta-. Ada dua jalan untuk
menga­lihkan hak pemilikan harta orang tua kepada anak, yaitu hibah,
yakni pemberian ketika orang tua masih hidup, dan pembagian harta
warisan setelah orang tua mati.

Pedoman pembagian harta warisan dalam Islam sudah sangat jelas, tetapi
kesepakatan keluarga (ahli waris) dapat membuat keputusan lain dalam
pemba­gian harta. Harta waris yang diperoleh dengan cara
rebutan/perselisihan biasanya tidak berkah, karena cara perolehannya
disertai rasa permusuhan/tidak ridla.

artinya : Dan janganlah sebagian kamu memakan harta dari sebagian yang
lain diantaramu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa
urusan harta itu ke pengadilan supaya kamu dapat menguasai (harta
orang lain) dengan cara dosa, padahal kamu mengetahui (kesalahanmu).
(Surat al Baqarah, 188)

11. Bahwa karena selalu berdekatan, komunikasi antara suami isteri
biasanya menjadi sangat intens. Kehar­monisan hubungan antara suami
isteri dipengaruhi oleh kesamaan atau keseimbangan watak/temperamen,
kesamaan hobbi, kedekatan visi dan sebagainya. Kehar­monisan suami dan
isteri akan terwujud jika masing-masing berfikir untuk memberi, bukan
untuk menun­tut, saling menghargai, bukan saling merendahkan. Dalam
kehidupan, seringkali dijumpai bahwa kesu-litan yang dihadapi justeru
mengandung hikmah yang besar, asal orang dapat menerima dan
menghadapinya secara benar dan sabar. Isteri biasanya kurang senang
dinasehati suami jika nasehat itu seperti nasehat guru kepada murid,
meskipun ia mengakui kebenaran na­sehat suaminya, demikian juga
sebaliknya.

artinya: Wahai orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan secara paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali seba­hagian dari apa yang telah engkau
berikan kepada mereka, terkecualijika mereka melakukan perbuatan keji
yang nyata. Pergauilah mereka dengan secara patut, tetapi jika kamu
tidak menyukai mereka (maka bersabarlah), karena boleh jadi kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak. (an Nisa 19)

artinya: Tidak bisa memuliakan wanita, kecuali lelaki yang mulia juga,
dan tidak sanggup merendahkan derajat wanita kecuali lelaki yang
rendah (tercela) juga. (Hadis)

12. Pada dasarnya sistem perkawinan dalam Islam adalah monogami.
Poligami diperbolehkan hanya dalam keadaan tertentu, bagaikan pintu
darurat, dan dengan per­syaratan-persyaratan yang berat. Secara
sosiologis, poligami terjadi disebabkan oleh banyak hal, antara lain:

a. Suami hanya menuruti dorongan syahwatnya, tanpa mengukur tanggung jawabnya.

b. Isteri kurang mengerti hal-hal yang dapat mengikat perasaan suami
untuk tetap konsentrasi di rumah.

c. Pergaulan yang terlalu akrab dengan wanita lain, misalnya karena
setiap hari selalu bersama (seperti teman sekerja), atau karena
simpati kepada problem yang dihadapi si wanita itu sehingga si lelaki
ter­dorong ingin menjadi dewa penolong.

d. Perpisahan yang terlalu lama antara suami dan isteri.

e. Campur tangan luar atau pelecehan harga diri suami oleh
isteri/keluarganya sehingga suami merasa tidak berwibawa di rumah, dan
selanjutnyya mencari kewibawaan di luar rumah.

f.Isteri tak berdaya menghadapi kehendak suami, atau sefaham bahwa
poligami itu manusiawi saja.

Poligami yang dilakukan demi menjaga kesucian, adalah lebih baik
daripada toleransi terhadap perzinahan. Ungkapan yang berbunyi; jika
ingin makan daging kambing cukup beli sate, tidak harus repot-repot
me­melihara kambing, sebenarnya adalah ungkapan sesat dari orang
bodoh.Seorang bijak mengatakan bahwa poligami hanya bisa dilakukan
oleh
tiga orang, yaitu:

(1) oleh "raja", yang dengan kekuasannya ia dapat mengatur isteri-isterinya,

(2) oleh orang berilmu, dimana dengan ilmunya ia bisa meminij keluarga besarnya,

(3) orang ngawur, dimana ngawurnya itu membuat­nya tak perduli dengan problem.

13. Perceraian. Dilihat dari sudut hak dan kewajiban, perkawinan
merupakan kontrak sosial yang mengikat antara suami dan isteri, yakni
bahwa suami memikul kewajiban yang melahirkan hak, sebagaimana juga
isteri memiliki hak-hak yang lahir dari kewajiban yang
dipikulnya.

Jika salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka hal itu
berpengaruh kepada hak-hak yang dimilikinya, dan sebaliknya menjadi
hak bagi pihak lain untuk menggugatnya. Misalnya; suami wajib memberi
nafkah keluarga, yang dengan itu suami memiliki hak untuk memimpin
rumah tangga. Jika suami ternyata tidak sanggup memberi nafkah, seba­
liknya isteri justeru bekerja keras dan bisa memberi nafkah
keluarganya, maka hak kepemimpinan suami dalam rumah tangga pasti
menjadi tidak penuh karena terdesak oleh kontribusi yang diberikan
oleh isteri.

a. Ta'lik talak yang diucapkan suami setelah akad nikah merupakan
bentuk perlindungan kepada isteri dari kelalaian suami.

b. Jika suami/isteri merasa bahwa hak-hak mereka tidak dipenuhi,
sementara jalan keluar tidak ada, maka agama memberikan jalan keluar
kepada pasangan itu untuk memilih satu dari dua pilihan: Kembali
bersatu secara terhormat, atau berpisah secara baik-baik.

artinya: Talak yang dapat dirujuk itu hanya dua kali, setelah itu
boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikannya dengan
cara yang baik. (Q/2:229)

c. Perceraian (talak) adalah sesuatu yang dihalalkan tetapi tidak disukai Tuhan.

artinya : Sesuatu yang halal yang sangat dimurkai Allah adalah talak.

d. Untuk mencegah terjadinya perceraian, dianjurkan keluarga turun
tangan, yakni dengan mengirimkan tenaga mediasi (hakam).artinya: Jika
kamu khawatir akan terjadi persengeketaan di antara keduanya (suami
isteri), maka kirimkanlah seorang pendamai (hakam) dari keluarga suami
dan dari keluarga siteri. Jika kedua juru damai itu berniat untuk
mendamaikan, niscaya Allah akan memberikan taufiq kepada kedua suami
isteri itu. Sesunguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (an
Nisa, 35)

e. Perceraian yang ke I dan yang ke II (talak raj'i) tidak langsung
memutuskan hubungan, oleh karena itu disediakan peluang untuk rujuk
selama masa 'iddah. Masa 'iddah merupakan peluang bagi kedua belah
pihak untuk merenungkan kembali hubungan diantara mereka. Pada rumah
tangga yang beran­takan, anak-anak biasanya menjadi korban pertama
dari apa yang dilakukan orang tuanya.

Wassalam,
agussyafii

==============================================
Sekiranya berkenan mohon kirimkan komentar anda melalui
http://mubarok-institute.blogspot.com
==============================================

--
[H][a][n][u][n][G] - living in the beautiful life

11 mdpl, 0°57'166" LS, 122°47'287" BT
"Semua Orang itu Guru, Alam Raya Sekolahku, Sejahteralah Bangsaku" - Marjinal

No comments: