karya: Putu Arya Tirthawirya
Sebuah jendela: dataran lengang dan horison
Maut sandar di kusen jendela
seraya ngulur tangan mencabut rokokku.
"Kau mengundangku malam ini. Ada apa?"
"Tak ada apa-apa, hanya iseng disekap sunyi"
Maut lantas duduk di tepi meja. Menatapku.
"Kapan giliranku?"
"Kau percaya pada Tuhan?"
"Iya"
"Tutup mulutmu, jangan tanya macam itu!
"Dosaku banyak. Aku takut neraka."
"Takut adalah jalan lempang ke sorga."
"Kamu ganteng, aku kira kayak raksasa."
Maut ketawa terkekeh dan batuk-batuk oleh asap rokok
kemudian melihat arloji dan menoleh ke luar jendela:
"Sayang aku tak dapat lama-lama. Ada tugas lagi"
Maut merentang tangan
melambai sambil melompati jendela
Suatu dataran sepi
rel kereta api, bunyi lokomotif:
sejak purba manusia berangkat ke jurusan yang sama
sebuah gua kelam di pintunya tubuh mesti kita letakkan
kemudian perjalanan terus, terus, terus
sonder reportase,
--
[h][A][n][u][N][g] - living in the beautiful life
11 mdpl, 0°57'166" LS, 122°47'287" BT
"Semua Orang itu Guru, Alam Raya Sekolahku, Sejahteralah Bangsaku" - Marjinal
No comments:
Post a Comment